Assalamu'alaykum Wr. Wb.
Sering kita mengaku sebagai umat
Muhammad, tapi sering pula kita meniggalkan ajaran-ajarannya. Sering kita
mengaku mencintai Muhammad, tapi sering pula kita melakukan hal-hal yang tidak
dicintainya. Sering kita mengaku ingin dekat dengan Muhammada, tapi sering pula
kita malah menjauh darinya, baik sejak di dunia, maupun diakhirat kelak. Sering
juga kita mengaku ingin benar-benar mengenal Muhammad, tapi dibandingkan dengan
mempelajari sejarah beliau kita malah lebih suka menikmati kesenangan duniawi,
yang justru bisa membuat kita semakin jauh dengannya
Cinta, kata Imam Al-Syafi’i,
menggiring sesorang untuk mengikuti apapun titah sang kekasih. Dengan kata lain
kita akan diperbudak oleh siapapun yang kita cintai. Bahkan nyawa ini seakan
tidak berarti dibandingkan dengan keselamatan sang kekasih. Apapun rela kita
korbankan asalkan sang kekasih bisa tersenyum bahagia. Persis seperti juga yang
diungkapakan oleh Mahatma Ghandi, cinta tidak pernah meminta, cinta senantiasa
memberi; cinta membawa penderitaan, tetapi cinta tak pernah membalas dendam.
Dimana ada cinta, pasti disitu ada sebuah kehidupan. Tapi sebaliknya jika yang
ada hanyalah rasa benci, pasti akan berakhir dengan kemusnahan.
Apakah
kita benar-benar mencintai Muhammad?
Seberapa
besar kedekatan kita dengan sang kekasih Allah, Muhammad?
Sudah
pantaskah kita disebut-sebut sebagai umat Muhammad?
Terkenang kecintaan Muhammad
Saw., sang kekasih Allah, kepada umatnya ketika beliau sedang menghadapi sakratulmaut.
Dalam sakit dan detik-detik menjelang wafatnya, sekejap sebelum ruhnya diangkat
dengan lembut, terucap kata-kata dari mulut beliau yang menampakkan begitu
hebatnya rasa cinta Muhammad kepada kita, yang sering mengaku sebagai umatnya,
yang sering mengatakan “aku mencintaimu Muhammad”.
Begitu besar rasa cinta Muhammad
kepada kita, yang bahkan menjelang wafatnya, kita masih saja disebut-sebut oleh
beliau. Saat ‘Izrail harus melakukan tugasnya, saat ruhnya perlahan-lahan mulai
diangkat. Tampak sekujur tubuh Rasul Saw. Bersimbah peluh, urat-urat leher yang
mulai menegang. “Jibril, sungguh sakit
sakratulmaut ini.” Rasulullah mengunduh lirih. Melihat hal itu, Jibril pun
memalingkan muka, tak kuasa melihat sang Nabi merasakan sakit yang teramat
dahsyat. “Jijikkah kau melihatku hingga
kau memalingkan wajahmu, wahai Jibril?” Tanya Rasulullah Saw. kepada epada
Jibril. “Siapa yang sanggup menyaksikan
kekasih Allah direnggut ajal, sambil meregang sakit,” kata Jibril.
Terdengarlah suara Rasul memekik karena rasa sakit yang amat dahsyat. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini. Berikan
saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku.”
Duhai kita semua…
Sanggupkah kita mencintai
Muhammad, seperti cintanya kepada kita?
Muhammad Saw. adalah orang yang
sangat lembut, bahkan terhadap umat yang lain sekalipun. Tapi kita justru
seringkali bersikap kasar walau terhadap saudara kita sendiri. Muhammad Saw. adalah
orang yang senantiasa memudahkan sesuatu hingga terucap dari mulut beliau,
“Agama itu mudah.” Tetapi kita, bahkan terhadap diri sendiri, seringkali
mempersulit diri untuk beragama, membuat sesuatu yang sulit menjadi terasa
sulit, membuat suatu hal yang mudah bisa terasa begitu sulit.
Masih ingat tentang kisah
pengemis yahudi? Kisah ini menceritakan tentang bagaimana Rasulullah Saw.
menyuapi dengan lembut pengemis buta yang juga seorang yahudi. Bahkan, meski
pengemis itu selalu mencaci maki nama Muhammad di hadapan beliau sendiri, tak
pernah sekalipun beliau marah apalagi berbuat kasar kepada pengemis itu. Pengemis
itu selalu mengatakan, “Wahai saudaraku! Jangan dekati Muhammad,
dia itu penipu, dia itu orang gila, dia itu juga tukang sihir. Kalau kalian
mendekat, pasti akan terpengaruh oleh Muhammad.”
Tanpa disadari pengemis itu,
setiap pagi Rasulullah Saw. selalu mendatanginya sembari membawa makanan, dan
tanpa sepatah kata apapun beliau langsung menyuapi si pengemis itu. Begitulah yang
dilakukan Rasulullah Saw. hingga dia wafat. Setelah beliau wafat, tidak ada
lagi seseorang yang membawakan makanan kepada pengemis yahudi buta tersebut. Hingga
suatu hari Abu Bakar r.a. berkunjung ke rumah anaknya, A’isyah r.a. “Putriku, adakah sunnah-sunnah dari Rasulullah
yang belum aku tunaikan?” Tanya Abu Bakar r.a. A’isyah pun menjawab, “Ayahanda, engkau adalah orang yang paling
dekat dengan Rasulullah, dan hamper tidak ada satu sunnah pun yang tidak engkau
kerjakan, kecuali satu sunnah saja.”
“Apakah itu?” Tanya Abu Bakar r.a. dengan terheran-heran. “Setiap pagi Rasulullah Saw. selalu
mendatangi seorang pengemis yahudi tua di ujung pasar Madinah. Beliau selalu
membawakan makanan dan menyuapi si pengemis tua tersebut.”
Keesokan harinya, Abu Bakar
segera bergegas pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada
pengemis itu. Ketika Abu Bakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis itu seketika
marah-marah dan berkata lantang, “siapa
kamu?”. Abu Bakar r.a. menjawab, “ Aku
adalah orang yang setiap pagi menyuapimu.” “Bukan, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,” jawab si
pengemis buta itu. “Apabila ia mendatangiku,
tidak usah tangan ini memegang dan tidak usah mulut ini mengunyah. Orang tersebut
selalu menyuapiku dengan terlebih dahulu menghaluskan makanan tersebut dengan
mulutnya. Setelah itu, ia berikan makanan tersebut.”
Abu Bakar r.a. langsung tak kuasa
membendung air matanya yang seketika itu mengalir. Ia pun menangis sambil
berkata kepada pengemis tua itu, “Aku
memang bukan orang yang biasa mendatangimu. Aku ini adalah sahabatnya. Orang
tersebut kini sudah tiada. Beliau adalah Muhammad, Rasulullah Saw.” Setelah
mendengar cerita Abu Bakar r.a. giliran pengemis itu yang menangis sambil
berkata, “Benarkah demikian? Selama ini
aku selalu menghina dan memfitnahnya, tapi ia tidak pernah memarahiku
sedikitpun, malah ia mendatangiku dan selalu menyuapiku dengan lembut. Sungguh
mulia engkau, wahai Muhammad.”
Allahumma shalli ‘alaa Muhammad…
Dalam setiap kesempatan, dalam
suka maupun duka, marilah kita mengenal lebih dekat sosok Muhammad Saw. yang
sesungguhnya. Mulai dari mempelajari sirahnya, melaksanakan ajaran-ajaranya,
hingga menjadikan beliau sebagai satu-satunya idola bagi kita. Jika kita sudah
mencintai kekasih-Nya, maka Allah pun senantiasa akan mengasihi kita.
Sekian, semoga bermanfaat…
Post a Comment
Notes from Admin :
- Berkomentarlah sesuai dengan isi artikel
- Tidak diperbolehkan Untuk Mempromosikan Barang Atau Berjualan
- Komentar dilarang mengandung konten sara, pornografi, kekerasan, pelecehan dan sejenisnya
- Bagi Komentar Yang Menautkan Link Aktif Dianggap Spam
- Silahkan Follow Blog ini 100% saya Akan Follow back