Berhentilah Saat di Puncak

Assalamu'alaykum Wr. Wb.

Pembaca Setia -- Sering mendengar pepatah, berhentilah makan sebelum kenyang? Saat makan sate ayam, yang sangat lezat dan empuk, sampai dua puluh tusuk pun akan sanggup untuk terus menghabiskan. Diberi tambah 10 tusuk bahkan 30 tusuk pun lidah masih oke-oke saja. Sepuluh tusuk mungkin adalah sebuah titik ekstrim, selebihnya adalah titik-titik peluruhan. Kenikmatanya hanya ada di sepuluh tusuk pertama, dan selebihnya sudah tidak dapat merasakan kenikmatan apa pun. Jika dia hanya memakan sepuluh tusuk, dia betul-betul sedang menikmati kenikmatan puncak prestasi. So pasti dia akan kembali ke warung sate seminggu yang akan datang untuk mengulangi hal yang sama.

Banyak pemimpin yang sangat nyaman ketika sudah berada di posisinya. Dua kali periode menjabat adalah titik klimaks sebuah kepemimpinan, menurut sebagian besar pandangan orang. Selebihnya tinggal kepemimpinan yang tidak berprestasi dan sekedar mengisi waktu luang saja. Berjuta alasan dapat dicari untuk bisa memperpanjang kedinastian ini, tapi sebetulnya jutaan alasan ini hanya sekedar permainan tempo saja sambil menunggu wasit membunyikan peluit panjang. Ketidakadaan kader pengganti yang memadai sering dijadikan alasan pembenaran, namun ketidakadaan kader pengganti menunjukkan kelemahan dia sendiri sebagai seorang pemimpin. Dia memimpin dengan tidak mempunyai etos apa pun untuk mencetak generasi penerus yang lebih hebat daripada pendahulunya. Dia tidak ingin mempunyai kader yang lebih hebat supaya umur kedinastianya semakin panjang. Dia tidak bangga kalau juniornya lebih cemerlang karena takut kalah bersaing.

Pemimpin yang super selalu memprioritaskan untuk mempersiapkan generasi pemimpin yang berikutnya yang lebih baik. Dia sangat paham jika institusinya harus terus berkembang sesuai dengan tantangan zaman yang semakin kompleks dan berat. Pemimpin yang hebat adalah mereka yang bisa mencetak pemimpin-pemimpin baru yang lebih hebat dan natinya bisa meneruskan kepemimpinanya pada saat itu. Dan sebaliknya, jika pemimpin itu tidak bisa melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang hebat maka kepemimpinanya boleh jadi gagal.

Pernah dengar cerita tentang kuil dengan 700 anak tangga yang terbuat dari batu di Kota Kotohira, Pulau Shikoku? Ada sebuah kuil dengan 700 anak tangga yang terbuat dari batu di Kota Kotohira di Pulau Shikoku. Bangunan ini didirikan sebagai tempat peristirahatan keluarga para raja. Para pelancong sangat antusias menaiki tangga itu sampai anak tangga yang ke-700. Di kanan kiri tangga terdapat banyak batu yang tertulis nama-nama orang zaman dulu yang dikubur di sana. Bagi mereka yang tidak dapat berjalan karena tua atau sakit, ada orang yang siap menggotong sampai ke puncak, tentu dengan imbalan yen. Perjalanan ke puncak membutuhkan semangat dan tekad yang membara, namun sungguh melegakan dan menyenangkan jika sudah sampai di atas sana. Sebaliknya, rasa malas kemudian menghantui untuk turun ke bawah. Di posisi puncak sungguh enak, kata teman-teman saat itu, dan untuk turun pasti ogah-ogahan.

Pemimpin yang super akan sangat terhormat dengan mengalihkan jabatan kepada generasi penerusnya saat di puncak prestasi, bukan sebaliknya. Tapi kenyataanya di Indonesia, pemimpin kita seringkali meninggalkan masalah-masalah yang luar biasa beratnya untuk diserahkan kepada generasi penerusnya. Nah, hal ini menjadi suatu evaluasi penting bagi pemimpin kita sekarang agar kedepanya bisa mencetak kader-kader pemimpin yang lebih berkualitas.

Wassalamu'alaykum Wr. Wb.