Nanti Malam, Anda (Mungkin) Akan Mati!

Assalamu'alaykum Wr. Wb.



Anda pernah lihat acara ulang tahun? Jika ya, tentulah yang berulangtahun pada saat itu kelihatan gembira. Sebenarnya ini adalah sesuatu yang ironis. Jika seseorang bergembira pada saat jumlah tahun hidupnya bertambah 1 tahun, maka seharusnya ia bersedih karena sebenarnya jatah hidupnya telah berkurang 1 tahun. Begitulah, 1 tahun kita lewati hidup ini, 1 tahun pula jatah hidup kita berkurang. Dan dengan berkurangnyajatah hidup kita, kematian semakin bersegera menjemput kita.

Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman :
“ Setiap yang berjiwa akan merasakan kematian, dan tidak akan disempurnakan balasan kamu melainkan pada hari kiamat. ” [Ali Imran : 185]

Kematian itu milik semua orang. Dan kematian itu datangnya tiba-tiba. Malaikat maut yang bertugas mencabut nyawa itu tidak pernah ber-assalamu’alaykum atau ber-kulonuwun (permisi) pada orang yang akan ia cabut nyawanya. Kita tidak tahu kapan ia akan dating, dan jika ia datang pun kita tak bisa menolaknya. Mungkin sebelum anda selesai membaca tulisan ini, nyawa Anda sudah dicabut olehnya. Padahal jika kita mati, babak baru hidup kita pun dimulai. Waktu hidup, kita bisa mempersiapkan diri untuk hari kiamat, tapi jika sudah mati kesempatan itu otomatis akan musnah.

Sudah waktunya kita untuk segera beramal, jangan sampai kita menyesal. Al-Hasan Al Bashry berkata, “Mengherankan. Orang masih sempat tertawa padahal dibelakangnya ada kobaran api (Neraka), dan masih sempat-sempatnya bersenang-senang padahal kematian dari belakangnya.” Orang-orang shalih zaman dahulu pun takut akan keburukan akhir hidup mereka. Sufyan Ats-Tsaury sering menangis sendiri dan berkata, “Aku begitu takut kalau dalam suratan takdir aku tercatat sebagai orang yang celaka. Atau imanku lepas ketika akan menghadapi maut.”

Lalu bagaimana dengan kita? Sudah pantaskah kita untuk tidak merasa takut akan su’ul khatimah? Padahal mereka, para shalafush-shalih, yang tentu lebih baik agamanya dari kita pun masih merasa takut akan su’ul khatimah.

Mush’ab bercerita, “(Ketika sakit) Amir bin Abdullah bin Zubair bin Awwam mendengar suara adzan lalu dengan langkah yang berat karena sakit meminta untuk dituntun dan berkata, “Peganglah tanganku,” Dia masuk masjid bersama imamlalu ruku’ sekali, setelah itu ia meninggal dunia.”
Ibnul Qayyim menyebutkan dari salah seorang saudagar bahwa seseorang diantara kerabatnya sebelum meninggal dunia di-talqin untuk mengucapkan kalimat tauhid, laa ilaaha illallaah. Namun ia justru mengucapkan, “Barang ini murah. Barang pembelian itu bagus. Yang ini begini, yang itu begitu…” dan begitu seterusnya hingga ia mati.
Beliau menyebutkan pula bahwa ada seorang lelaki penggemar musik sedang dalam keadaan kritis lalu di-talqin agar mengucapkan kalimat tauhid. Tetapi ia justru menyandungkan lagu, ”Naanana….nanaaanana..” hingga ia mati.

Kaum Muslimin, semoga Allah merahmati kita semua, manakah yang anda pilih untuk akhir hidup anda? Apakah cerita pertama? Kedua? Ataukah yang ketiga?! 



Wassalamu'alaykum Wr. Wb.

Post a Comment

Notes from Admin :
- Berkomentarlah sesuai dengan isi artikel
- Tidak diperbolehkan Untuk Mempromosikan Barang Atau Berjualan
- Komentar dilarang mengandung konten sara, pornografi, kekerasan, pelecehan dan sejenisnya
- Bagi Komentar Yang Menautkan Link Aktif Dianggap Spam
- Silahkan Follow Blog ini 100% saya Akan Follow back

close